Menjadi ilustrasi muram

“Kau akan berusaha untuknya, bukan?” tanya Taa suatu ketika, setelah ia selesai dengan ceritanya dan juga rencana-rencana hidupnya.

“Dengarkan aku,” ujarku.

“Ada seorang pria dari sebuah tempat yang tidak jauh, yang jatuh cinta pada seorang sahabatnya sendiri, yang berparas cantik, dengan senyum manis dan cerdas.

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Akan kuceritakan padamu.

Jauh sebelum bertemu dengannya, sebelum untuk pertama kalinya melihatnya -orang yang kemudian dekat dengannya itu-, ia telah menuliskan kriteria-kriteria yang diinginkannya, dan semua ada pada si dara jelita nan cerdas itu.

begitulah ceritanya.”

***

Seperti yang biasa kulakukan jika sedang sedih dan gelisah, aku bercerita bukan dari ingatanku, melainkan mengarang sendiri sesuai dengan yang kurasakan saat itu. Karena kumewarnainya dengan perasaanku sendiri yang berasal dari kenangan dan kecemasan-kecemasanku, maka kisah yang kuceritakan itu akan menjadi ilustrasi muram yang menyertai semua hal yang telah menimpaku.

Terhadap rasa bersalahku yang tidak karuan, terasa tidak tenang bagaikan orang yang tidak sanggup menepati janji. Perasaan tertekan karena ketidakberdayaan.

kesalahan karena tidak sanggup berterus terang.

Seperti itu… Perasaan dalam lubuk hati yang tidak sanggup aku utarakan. Perasaan yang paling tulus.

Dan kini, seseorang akan pergi…

*01/07/16

kesalahan karena tidak sanggup berterus terang (sumber gambar: Pinterest.com)

Tinggalkan komentar